Fenomena Fans KPop

Rabu, 24 September 2014

Fenomena Fans KPop

Beberapa tahun belakangan demam Kpop melanda kaum muda bangsa ini secara masif. Beberapa teman pun menjadi korbannya. Ada salah satu teman yang malah merupakan seorang die-hard fans. Die-hard fans ini tidak seperti fans biasa yang hanya nonton idolanya di youtube, searching beritanya di google, download lagu-lagunya, atau mengumpulkan poster dari tabloid. Sebagian dari kalangan berada tentunya menyisihkan uang untuk menonton konsernya, terbang jauh-jauh ke negara lain semisal Korea atau Malaysia, dan juga membeli original merchandise. Jenis fans inilah yang akan saya angkat menjadi topik. Twit teman saya berseliweran setiap harinya di timeline. Meretweet tweet akun idolanya atau tweet sesama penggemar. Mereka bukan hanya membicarakan soal betapa gantengnya sang idola atau betapa indah suaranya. Segala hal sekecil apapun bisa jadi bahan obrolan. Nah ini yang saya tidak mengerti. Saya tidak tahu ada artis lain yang fansnya seperti ini atau tidak. Tapi saya baru kali ini melihat fenomena semacam ini. Pertama, fans kpop ini mengomentari hal-hal sepele dan remeh temeh. Luar biasa jeli memang para fans ini. Jika artis idolanya berubah gaya atau warna rambut walaupun sedikit saja. Lalu mengeluh ramai-ramai jika mereka tidak suka penampilan baru si artis. Bukan hanya rambut, bisa make up bulu mata, foundation, bedak, bibir, dan lain-lain. Mereka memperhatikan aksesoris yang dikenakan si artis idola. Lalu bangga setengah mati jika punya benda yang sama atau minimal mirip dengan kepunyaan si artis. Mereka pun berlomba-lomba memakai merk yang dipakai si artis.
Kedua, mereka sungguh sangat posesif sekali! Biasanya mereka share foto candid si artis laki-laki dengan seorang artis perempuan yang digosipkan memiliki hubungan khusus. Padahal fotonya biasa saja. Si artis laki-laki terbaring di rumah sakit dan artis perempuan menjenguknya. Atau mereka juga suka sok-sokan investigasi ngeliat ada artis laki-laki dan perempuan memakai gelang yang samaan. Seorang fans die-hard juga bisa sampai nangis-nangis galau kalau idolanya punya pacar. Teman saya mengirim massage betapa ia sedang galau. Saya kira kenapa. Khawatir dia patah hati sama gebetan, atau kehilangan kesempatan bekerja di kantor impian. Ternyata dia cuma bilang idolanya punya pacar perempuan, ga homoan lagi. Yasalaam..

Seingat saya, saya pernah mengalami beberapa fase ngefans juga.
1. Jaman SD
Saat kelas 6 SD saya ingat pernah ngefans sama band Sheila on 7. Mengidolakan sekali vokalisnya. Membeli kaset-kasetnya. Membeli tabloid dan majalah lalu posternya saya tempel di dinding kamar sampai dimarahi Ibu saya. Suka saya cium-ciumin posternya. Pingin banget nonton konsernya tapi berhubung masih bocah banget ya apa boleh buat.
Tingkat ngefans: Ngefans pisan lah pokoknya. Sempat mimpi jadi pacarnya Duta.

2. Jaman SMP
Kelas satu saya masih suka membeli kaset Sheila on 7 dan selalu mendengarkan lagunya di walkman hadiah kelulusan SD. Tapi hanya sebentar. Berganti dengan tren Harry Potter. Saya membeli novel-novelnya, majalah, dan merchandise sampai kaset soundtracknya. Suka banget sama Daniel Radcliffe.
Tingkat ngefans: Pengen ketemu Daniel dan sekolah ke Inggris, walaupun nyadar oge sih ma'enya kudu ka London. Rada repot karena kali ini ngefansnya sama artis internasional.

3. Jaman SMA
Ga ngefans sama siapa-siapa. Sibuk sama kehidupan remaja yang memusingkan. Saelaah..
Eh pernah deng terobsesi sama vokalisnya The Brandals gara-gara film Lovely Luna. Zzzz..

4. Jaman Kuliah
Karena sering nganggur di kosan, waktu kuliah semester awal suka rental vcd. Kebetulan film favorit saya yang bergenre romantic comedy. Saat itulah saya mulai menyukai Jude Law. Nyari film-filmnya. Selalu jatuh cinta sama karakter di filmnya. Dan iseng kumpulin foto-fotonya dari internet. Selain Jude Law, saya ngefans juga sama beberapa aktor yang saya tonton di film-film. Yang konyol, masa saya ngefans sama The Changcuters coba? Nulis-nulis nama personilnya di tembok kosan kaya anak ABG. Tapi so far cuma buat lucu-lucuan aja sih. Ga terobsesi.

Ahh, jenis ngefans memang berbeda-beda. Tidak peduli tingkat pendidikan, intelektualitas, kelas sosial, dan lain-lain.