Kali ini saya akan membahas media lukis yang bernama cat
air. Saya ingin berbagi mengenai
pengalaman saya belajar melukis dengan cat air dan merk-merk cat air yang
pernah saya gunakan.
Tidak bisa dipungkiri, at some points of your life, hampir
semua anak sekolah akan mengenal satu merk cat air pertamanya yang tidak lain
tidak bukan adalah......Guitar. Kalau tidak salah waktu SMA harganya yang kemasan
kecil Rp 3,000. Cat ini berbentuk pasta dalam kemasan tube.Seumur hidup saya hanya mengetahui satu merk itu saja. Cat air merk Guitar warnanya pekat dan kusam juga sedikit kasar (jika telah kering akan terasa serbuk-serbuk pada permukaan lukisan). Seperti ini penampakannya:
Lalu, saat kuliah saya iseng membuat hiasan yang membutuhkan cat air. Saya pun mencari ke toko buku dan menemukan cat air merk Marie's. Lumayan lah ini harganya Rp 60,000 pasti berkualitas, pikir saya. Ini cat air ke-dua yang saya pernah pakai.
sumber: google
Benar saja, ketika saya coba warnanya sangat vivid dan cerah seperti cat poster. Permukaannya juga terasa halus. Tapi saat itu saya mengaplikasikan catnya secara asal di atas kanvas. Saya tidak tahu teknik tertentu, yang penting bidang gambar tertutup warna.
Sekitar awal tahun 2012, saya mengikuti kelas cat air untuk pemula di Tobucil n Klabs, Bandung. Pengajarnya adalah R.E Hartanto, atau yang akrab disapa Mas Tanto, seorang dosen Seni Rupa ITB. Pada pertemuan pertama saya membawa cat air Marie's dan satu buah kuas seharga Rp 1,500. Mas Tanto tampak ingin tertawa melihat kuas yang saya bawa.
"Ini kuas apa? Ini mah kuas bulu tikus! Kuas yang bagus itu kalau disapukan bentuknya kembali ke semula. Nih, kamu pinjem kuas saya aja ya"
Sambil menahan malu, saya menerima pinjaman kuas Bali Artist milik Mas Tanto. Berikutnya saya menuangkan cat dari dalam tube ke palet plastik murahan warna hijau tua. Yak! Satu lagi kesalahan saya. Karena warna paletnya tua jadi warna catnya tidak terlihat jelas.
Saya melihat cat air yang digunakan Mas tanto berupa balok-balok padat kecil dalam tempat pensil kaleng merk Rembrandts. Milik Rani juga berbentuk padat, merknya Reeves. Milik Mbak Upi juga. Sementara kepunyaan Risda merk Sakura. Ada juga yang bentuknya padat dalam kotak kayu yang terlihat sangat mahal. Reeves dan Sakura merupakan cat student grade, sementara sisanya cat artist grade. Baru hari itulah saya mengetahui ada jenis cat air padat. Selama ini setahu saya semua cat air berbentuk pasta dalam tube. Kalaupun pernah melihat yang padat, saya kira itu cat untuk mainan anak kecil. Mas Tanto pun menganjurkan memakai cat air padat untuk kelas ini agar lebih praktis dan tidak membuang banyak waktu saat melukis.
Usai pertemuan itu, saya bertekad untuk membeli cat air padat. Saya pergi ke Balubur dan hanya menemukan merk Giotto seharga Rp 30,000. Sebenarnya budget saya lebih dari itu, tapi apa boleh buat. Saya beli cat Giotto, satu kuas bulat Lyra no 5, dan satu buah concorde sketchbook khusus cat air. Cat air padat ternyata memudahkan saya dalam melukis. Tidak perlu repot, tinggal colek-colek dan mencampur warna.
Kelas melukis cat air di Tobucil hanya empat kali pertemuan. Materinya pun terbatas hanya teknik chiaroscuro.
Chiaroscuro berasal dari kata Italia yang berarti gelap-terang yang bisa juga diartikan menjadi kontras yang sangat kuat antara cahaya dan bayangan di dalam suatu karya seni.
Hal yang menjadi ciri khas chiaroscuro adalah pengaplikasian cahaya pada objek lukisan yang memberikan kesan trimatra sangat jelas akibat pengaplikasian hhighlight dan bayangan.
Teknik ini membutuhkan pemahaman mendalam tentang perspektif, reaksi
permukaan benda terhadap pantulan cahaya, dan proses pembentukan
bayangan. (Wikipedia)
Yang saya tidak menyangka adalah bahwa ternyata kelas ini sangat sulit dan melelahkan. Melukis dengan cat air seharusnya transparan sehingga terlihat lapisan atau tumpukan sapuan warnanya, tetapi Mas Tanto selalu bilang bahwa saya terlalu rapi dan 'ngeblok' seperti mewarnai menggunakan corel draw sehingga tidak tampak keindahan khas cat air. Saya juga kesulitan mengidentifikasi gelap terang pada contoh gambar yang harus dilukis.
Balik lagi ke masalah merk cat air, saya mulai bosan sama Giotto karena menurut saya warnanya agak opaque. Saya kembali berburu cat air baru. Kali ini tujuan saya Gramedia. Di Gramedia ternyata yang dijual tidak begitu beragam. Hanya ada Reeves, Giotto, Pentel, dan saya menemukan merk Pelican. Sebenarnya dilihat dari kemasan, Reeves lebih compact dan ramping. Tetapi, entah mengapa saya memilih Pelican. Harganya Rp 60,000. Seperti ini tampaknya kekasih baru saya:
Lama kelamaan saya kurang puas dengan cat Pelican karena
warnanya terlalu soft sehingga kurang maksimal dalam mengekspresikan suasana
hati saya yang cerah ceria (naon sih).
Jadi saya berniat membeli cat baru yang lebih bagus seperti Tallens atau
Cotman. Setelah mencari ke sana kemari saya tidak kunjung menemukan. Memang cat
merk tersebut biasanya dijual di toko khusus perlengkapan seni lukis. Salah
satunya di Toko Tidar di daerah Cihapit. Namun, karena tempatnya sedikit rumit
dan sulit dijangkau, saya pun memutuskan untuk membeli cat Reeves. Ini foto cat air dan hasil lukisan menggunakan Reeves:
Reeves
memang lebih kuat pigmennya, tetapi sedikit kusam dan tidak bagus untuk teknik wet
on wet. Warnanya tidak menyebar sempurna seperti Pelican.
Akhirnya saya pun kembali ke pelukan Pelican tercinta.
Ini lukisan terakhir saya menggunakan Pelican:
Saya masih terus belajar
agar kelak siap untuk menggunakan cat artist grade untuk mendapatkan pengalaman yang berbeda. Sekian yang dapat saya sampaikan berdasarkan pengalaman yang saya alami. Salam cat air! :)